Tanya Jawab Debitur Terkait Pasal FIDUSIA

Diterbitkan oleh : icuen

WhatsApp :  0838 3347 4553

Pertanyaan :

Saya mau bertanya kami membeli mobil pada leasing dan sekarang sudah di over kredit namun pihak ke 3 tidak menutupi cicilan kreditnya dan sudah menghilang tidak bisa dihubungi, Sekarang kami bermasalah dengan hukum karena awalnya tidak mengetahui terkait adanya pasal fidusia ini, Mohon bantuan apa yang harus kami lakukan ?



Dijawab oleh: Hasanudin, S.H., M.H. (Penyuluh Hukum Ahli Madya)

Bagi sebagian orang mendengar tentang fidusia masih terdengar asing. Namun sebenarnya bagi orang yang pernah mengajukan kredit kendaraan atau rumah pasti mengetahui lembaga keuangan yang menjadi lembaga pembiayaan terhadap obyek kredit seperti kendaraan maupun rumah. 

Lembaga keuangan bisa merupakan leasing atau juga bisa dengan perbankan. Atau biasanya saat seseorang meminjam sejumlah dana, bank atau lembaga keuangan akan meminta sebuah jaminan atau agunan. 

Jaminan tersebut berguna apabila terjadi suatu hal yang memungkinkan peminjam gagal mengembalikan dana yang dipinjamkan, sehingga agunan tersebut bisa digunakan sebagai gantinya. 

Agunan yang dijaminkan tersebut biasa disebut dengan Fidusia. Sebagaimana yang diatur pada pasal 1 ayat 1 UU No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia yang berbunyi bahwa pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 

Sebelum melanjutkan pembahasan diatas, kami ingin memperkenalkan produk Ipad Series 3,4, air dan berbagai macam seri lainya yang bisa kamu temukan disini.

Sementara jaminan Fidusia sesuai dengan pasal 1 ayat 2 UU No. 42 tahun 1999 merupakan hak jaminan atas suatu benda yang bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. 

Sebagaimana yang dimaksud pada UU No. 4 tahun 1996 mengenai Hak Tanggungan yang tetap dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu dan memberikan kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur lainnya. Jaminan fidusia dapat dilakukan serta ditetapkan dalam sebuah sertifikat fidusia yang diresmikan oleh seorang notaris. 

Dengan adanya sertifikat ini juga dapat dijadikan suatu perlindungan untuk kedua belah pihak, baik sebagai peminjam maupun sebagai pemberi pinjaman sama-sama tidak ada yang dirugikan. 

Disebutkan dalam Pasal 4 UU 42/1999 bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. 

Yang dimaksud dengan "prestasi" dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Dengan demikian perjanjian jaminan fidusia tersebut tidak dapat lahir tanpa perjanjian induknya. 

Berdasarkan pengertian jaminan fidusia pada Pasal 1 angka 2 UU 42/1999 pun, jaminan fidusia digunakan sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, sehingga jika tidak ada utang piutang yang harus dilunasi, maka tidak dapat diadakan perjanjian jaminan fidusia Bagi pemberi pinjaman, adanya sertifikat fidusia ini dapat menjadi satu landasan serta kekuatan hukum untuk pengambilan benda apabila tidak dapat melunasi pinjaman. 

Bahkan pihak, pemberi pinjaman juga dapat mendapatkan keuntungan berupa dukungan legal dari aparat hukum atas eksekusi yang dilakukan. Lain lagi bagi mereka sebagai peminjam, sertifikat ini dapat menjadi satu bentuk perlindungan dari adanya kemungkinan tindakan berlebihan yang bisa saja dilakukan oleh pemberi pinjaman. Pada sertifikat fidusia, syarat serta kondisi terkait proses eksekusi atau penyitaan ini sudah diatur sesuai dengan perhitungan yang tepat. 

Seperti contohnya, terkait dengan jumlah utang minimal yang harus dibayarkan agar status kepemilikan benda dapat menjadi milik peminjam kembali. Saat memiliki pinjaman lalu mengalami macet pembayarannya, maka pemberi pinjaman tentu dapat menggunakan haknya untuk mengambil kepemilikan barang. 

Namun, eksekusi yang dilakukan harus sesuai dengan aturan tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Sebelum eksekusi ada beberapa hal atau syarat yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sehingga eksekusi dapat dilakukan. Saat eksekusi akan dilakukan, pemberi pinjaman perlu memberikan peringatan terlebih dahulu. 

Apabila peminjam tidak merespon peringatan tersebut, maka surat peringatan kedua dapat dikirimkan. Apabila setelah pengiriman surat kedua pihak peminjam tidak ada respon juga, maka surat kuasa eksekusi baru akan dikeluarkan. Setelahnya hak eksekusi dapat dilakukan. 

Namun, seperti yang sudah kita bahas di atas bahwa proses eksekusi tidak dilakukan secara sembarangan. Saat benar-benar eksekusi akan dimulai, maka setidaknya pihak pemberi pinjaman yang melakukan eksekusi harus membawakan kedua surat pentingnya yaitu surat eksekusi dan sertifikat fidusia. Hal ini penting untuk diingat agar tidak terjadi salah paham saat eksekusi dilakukan. Bahwa yang menjadi obyek Jaminan Fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. 

Benda itu dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang no. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 BW dan Pasal 1162. 

Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia, sehingga apabila terjadi perikatan perjanjian antara pihak kreditor dan debitor pada sebuah penjaminan dapat lebih jelas. Hubungan hukum antara pemberi fidusia dan penerima fidusia adalah hubungan perikatan yang sumbernya adalah perjanjian. 

Berdasarkan hubungan ini kreditor berhak untuk menuntut penyerahan barang jaminan (secara constitutum possessorium) dari debitor. 

Terkait dengan penjelasan saudara pemohon konsultasi, maka objek yang akan dijaminkan sebagai jaminan fidusia biasanya BPKB mobil sebagai tanda hak kepemilikan yang dialihkan, sedangkan mobilnya tetap berada pada kekuasaan pihak debitor dan masih tetap dapat dipakai. 

Pada dasarnya dalam Pasal 20 UU Jaminan Fidusia, diatur bahwa jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada. Kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Ini disebut dengan prinsip "droit de suite". Maksudnya adalah walaupun obyek jaminan fidusia sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji. 

Jadi, menjawab pertanyaan pemohon konsultasi, dengan asumsi bahwa jaminan fidusia ini telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, maka perusahaan pembiayaan apakah itu Bank atau Leasing tetap dapat mengeksekusi mobil jaminan fidusia tersebut dari pihak ketiga, jika memang berdasarkan perjanjian kredit yang menjadi dasar perjanjian fidusia ini, debitor telah cidera janji/wanprestasi sebagaimana pasal 15 (ayat 3) UU Jaminan Fidusia, yakni penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri apabila debitur cidera janji. 

Mengenai si pembeli mobil harus dilihat lagi bagaimana jual beli tersebut dilakukan. Jika memang telah sesuai dengan ketentuan jual beli, dalam hal tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan, maka pada dasarnya proses jual beli tersebut tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. 

Namun demikian jika ada wanprestasi antara debitur dengan pihak ke 3 (pembeli mobil over kredit) obyek jaminan tersebut tetap bisa dieksekusi oleh pihak penerima fidusia. Dasarnya adalah perjanjian fidusia yang dilakukan oleh pihak debitur kepada kreditur. Dalam prosesnya fidusia ini didaftarkan dan dikeluarkan sertifikat fidusia. Kekuatan eksekusinya sama dengan putusan pengadilan. 

Dengan demikian, setiap perbuatan hukum seperti halnya perjanjian pembiayaan sudah pasti di dalam naskah perjanjiannya ada sebuah klausul/isi perjanjian yang mengikat terkait perlindungan terhadap pelaksanaan perjanjian jika salah satu pihak cidera janji/wanprestasi. 

Untuk itu kepada calon debitor sesaat sebelum menandatangani perjanjian harus membaca dengan cermat dan teliti. Bila perlu mintakan notaris untuk memberikan penjelasan terhadap pasal jaminan/fidusia sehingga baik kreditor maupun debitor memahami kedudukan hukumnya (hak dan kewajiban) dalam perjanjian fidusia. Terhadap permasalahan hukum yang dialami saudara pemohon konsultasi, yang perlu dilakukan adalah kembali membaca perjanjiannya. 

Berikutnya perlu dicek kembali, apakah dalam jual beli/perjanjian jual beli over kredit dinyatakan bahwa obyek yang dijual merupakan jaminan daripada perjanjian debitor kepada kreditor sebelumnya. Jika dilakukan dihadapan notaris atau perjanjian tersebut menyebut salah satu kantor notaris, bisa dimintakan penjelasan kedudukan obyek jaminan fidusia atau nasihat hukum terhadap obyek jaminan yang dijual kembali kepada pihak ke 3 (over kredit). 

Selanjutnya terhadap pembeli ketiga, sebaiknya dilakukan komunikasi secara intens, dihubungi dengan mendatangi alamat yang bersangkutan atau mengunjungi keluarganya. Bicarakan dengan baik baik dan sampaikan permasalahan yang harus diselesaikan. 

Demikian Penjelasan yang dapat kami sampaikan dan dilakukan sebatas bagian dari pelaksanaan tugas memberikan saran dan nasihat yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana putusan pengadilan. Mudah-mudahan bermanfaat.*Gensa***

Sumber : dikutip dari beberapa artikel di internet 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url